Sato (sata) adalah mahluk hidup yang memiliki dua kekuatan dwi pramana yaitu kekuatan bayu dan sabda yang dalam aksara wreastra sehari-hari disebutkan :
Sata berarti hewan dan binatang ("sato";Sapta Wara | Beburon yang sejatinya juga ciptaan Tuhan.
Dan hendaklah kita sebagai manusia disebutkan tidak boleh sewenang-wenang dan lupa untuk mendoakan binatang dengan mantra tertentu sebelum dibunuh untuk dimakan, sebagai kurban suci dll agar rohnya mendapat peningkatan.
Dahulu dalam kepercayaan nenek moyang terhadap binatang-binatang yang dianggap suci, keramat, memiliki kekuatan dan dijadikan lambang-lambang tertentu dalam fungsi petulangan dalam upacara ngaben sebagaimana disebutkan;
Adapun yang tergolong dalam Sato menurut ikadekartajaya dalam artikel bhuana alit disebutkan yaitu :
- Swedaya yaitu binatang bersel Satu.
- Andaya yaitu binatang bertelur.
- Jarayuja yaitu binatang menyusui.
- dll
Sato yang juga berperan sebagai penjaga keharmonisan alam ini, untuk dapat meningkat kualitasnya dalam penjelmaan berikutnya seperti misalnya dalam penggunaan caru sebagai sarana upacara Yadnya disebutkan beberapa pantangan penggunaan sato ini dalam rumus perhitungan wariga dan dewasa ayu dalam Kalender Bali yang biasanya digunakan untuk menentukan hari baik berdasarkan wariga dan dewasa ayu dalam upacara yadnya disebutkan seperti berikut ini :
- Buda, sato-nya lembu, artinya tidak bisa dilukai, kalau dilukai bisa kalap.
- Kala-nya Anggapati, keinginannya dan juga bercita-cita tinggi – bisa jadi loba-nya juga tinggi.
- Wrhaspati, Sato-nya macan, artinya bertampang serem, kalau dipaksakan marahnya bersungguh hati. Kala-nya juga Anggapati,
- dll
Sato dalam upacara dan kepurbakalaan di Bali serta sebagai wahana dan simbol dewa-dewi disebutkan :
- Angsa sebagai simbol widya Dewi Saraswati yang dapat menyaring untuk memisahkan dari kekotoran atau hal - hal yang dapat menyesatkan dalam ilmu pengetahuan.
- Gajah Mina binatang purba sejenis ikan berkepala gajah.
- Lembu Nandini sebagai wahana Dewa Siwa
- Asu Bang Bungkem yang letaknya di Jaba Pura Lingga Bhuwana sebagai perlengkapan upacara Pemelepeh Linuh untuk keselamatan alam beserta isinya yang berkaitan dengan terjadinya gempa bumi (linuh).
- Garuda, wahana dewa wisnu
- Manuk Dewata sebagai wahana sang atman yang berfungsi untuk melancarkan perjalanan atman dari berbagai rintangan atau hambatan yang akan dialami oleh roh dalam perjalanannya menghadap Sang Hyang Widhi.
- Kekarangan Guak / karang manuk dalam penggunaan ukir-ukiran tradisional berdasarkan lontar tentang arsitektur di Bali juga akan mengingatkan kita dalam pengutaraan dan penciptaan ruang-ruang alam semesta ini dengan binatang-binatang yang dahulu ada didalamnya.
- dll
Sumber : sejarahharirayahindu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar