OM SWASTYASTU * SELAMAT DATANG DI SASTRA AGAMA INI * SEMOGA SEMUA INFORMASI YANG DISAJIKAN DI SASTRA AGAMA BERGUNA BUAT SAUDARA DAN SAUDARI * SAHABAT DAN REKAN SEMUA * ARTIKEL YANG TERSAJI DISINI MERUPAKAN REFERENSI DARI BERBAGAI SUMBER YANG TERPERCAYA * TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

Jiwa

Jiwa adalah inti dari kehidupan ini.
  • Sebagai jiwa agung alam semesta untuk seluruh lapisan alam Tri Loka yang disebut sebagai Sang Hyang Tri Purusa
    • dipuja melalui Padma Bhuwana Tiga di Pura Agung Besakih 
    • sebagai pusat untuk menyucikan dunia dengan segala isinya.
  • Jiwa yang juga merupakan bagian dari semua mahluk hidup termasuk manusia itu sendiri disebut dengan atman yang bersifat kekal dan abadi.
    • Ia tak pernah berobah. 
    • Ia tidak mati ketika badan mati. 
    • Ia tidak terluka oleh senjata, 
    • Tidak terbakar oleh api. 
    • Ia ada selamanya. 
    • Jiwa disebut sukma sarira.
Keheningan dan kejernihan jiwa pada saat melakukan tapabratayogasemadhi yang juga sebagai salah satu tujuan dan makna sembahyang disebutkan akan dapat menimbulkan vibrasi positif dimana jiwa terlepas dari rasa cemas, gelisah, bingung, ragu-ragu dan kecewa.
Sehingga nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai material hanya akan dapat dirubuhkan oleh manusia yang berjiwa tentram.
Karena manusia yang berjiwa tentram akan menjadi manusia-manusia yang produktif dan hidup bergairah. 
  • Sebab hidup di dunia ini akan dirasakan sangat indah dan semarak sebagai tempat berkarma untuk meningkatkan kesucian diri. 
  • Tidak akan ada suatu kemajuan di dunia ini kalau dunia ini di huni oleh manusia-manusia yang berjiwa gelisah, cemas, ragu-ragu dan selalu kecewa melihat keaadaan.
Jiwa dalam asal - usul manusia menurut agama Hindu, anak Bali disebutkan :
Atman merupakan bagian dari Brahman. Seperti setitik air hujan yang berasal dari samudera luas.
Pada akhirnya ketika kematian menjemput, 
sang jiwa (atman) juga disebutkan akan melewati alam Mrtya Loka dengan perlahan-lahan untuk melepaskan sisa-sisa keterikatan terhadap kehidupan duniawi dan kekasaran pikiran.
Sebagai perbandingan, pandangan tentang jiwa oleh beberapa filsuf dunia disebutkan sebagai berikut :
  • Peradaban eropa kuno, Plato, Filsuf Yunani dalam jw.org menyebutkan : ”[Pada waktu mati,] sesuatu yang adalah diri kita yang sebenarnya, dan yang kita sebut jiwa yang tidak dapat mati, pergi menghadap dewa - dewi lain, di sana . . . untuk memberikan pertanggungjawaban,
    • prospek yang dihadapi dengan berani oleh orang baik, 
    • tetapi dengan rasa takut yang hebat oleh orang jahat.
    • Plato—Laws, Buku XII.
Setelah upacara Nyekah dilakukan, ikatan atma sudah terbebas dari Panca Maha Butha dan panca tan matra, sehingga yang masih melekat dan dipertanggungjawabkan oleh atman (sang jiwa) ke hadapan Hyang Widhi adalah karma wasana, yaitu :
  • baik buruknya karma / perbuatan (Subha Karma dan Asubha Karma) sewaktu masih hidup.
  • Kondisi Karma Wasana inilah yang menentukan baik buruknya kehidupan dimasa yang akan datang, 
    • jika saja suatu saat berkeinginan untuk reinkarnasi dengan lahir kembali sebagai manusia ke dunia ini.
Dan sebagai jalan dharma, untuk dapat memberikan ruang pada belas kasih dan kebajikan di dalam pikiran kita, hal ini tidak saja memurnikan jiwa kita, 
tapi sekaligus juga disebutkan akan dapat mengirimkan pancaran energi kesejukan dan kedamaian kepada orang lain juga.

Sumber : http://sejarahharirayahindu.blogspot.co.id/2011/12/jiwa.html 

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Sekar Madya